Striptease Importir dan Pelapak Binaan Dalam Praktik Oligopoli Masih Anjloknya Harga Singkong di Lampung

Striptease Importir dan Pelapak Binaan Dalam Praktik Oligopoli Masih Anjloknya Harga Singkong di Lampung

Bang Aca-Dok Pribadi-

Jika harus menunggu maka membutuhkan biaya tambahan untuk sopir. Besarannya bisa mencapai Rp 350 ribu per 1 truk. Maka pendapatan bersih yang diterima petani sudah di bawah Rp 600 perkilo.

Dan sopirpun enggan menunggu dalam waktu lama karena mereka juga akan rugi jumlah rate angkutan. 

Jadi dengan skema harga dan rafaksi terbaik saja, petani sudah merugi. Bayangkan kalau pabrikan menerapkan rafaksi di atas 35 persen. Maka petani singkong kian menjerit. Menangis tanpa lagi bisa mengeluarkan air mata.

Itulah akhirnya petani lebih memilih menjual ke lapak lapak saja. Harga lapak antara Rp 950-Rp 1050 perkilo dengan rafaksi rata rata 33 persen. 

Meskipun hanya menerima Rp 700 dipotong upah cabut dan angkut Rp 210 maka yang diterima bersih hanya Rp 490/500 perkilo. Terpaksa karena menghindari resiko yang lebih besar lagi.

Karena dalam pikiran petani menjual ke lapak dan pabrik hasilnya sama saja.  Toh mereka pun tetap menerima bersih perkilo di bawah Rp 500. 

Menurut hasil investigasi radar lampung grup, anjloknya harga singkong ini tidak akan merugikan pelapak. Kalaupun ada pelapak yang mati itu lebih disebabkan karena mereka bukan termasuk pelapak yang memiliki hubungan baik dan kerjasama dengan pabrik. 

Sebagian besar pelapak yang  masih hidup ini bisa dikategorikan pelapak binaan pabrik. Bahkan bisa dikatakan lapak milik pabrik untuk mendapatkan singkong dengan harga yang sangat murah.

Soal keberadaan lapak binaan pabrik ini memang dirasakan petani singkong. Namun, petani sulit membuktikannya. Ibarat kentut. Ada bau tapi tidak terlihat.

Demikian juga bagi pabrikan. Apalagi pabrikan yang juga memiliki izin impor. 

Mereka tetap tidak merugi. Selain mereka tetap mendapatkan singkong murah, mereka juga menikmati dari keuntungan impor. 

Petani singkong lah yang akhirnya menjadi korban anjloknya harga singkong itu. Perjuangan mereka untuk mendapatkan harga yang lebih sekadar tidak merugi saja, sudah lebih dari cukup. 

Berteriak lantang di hadapan pejabat, demo bahkan bersurat ke Presiden Prabowo juga mereka lakukan.

Kini petani sudah pasrah. Bahkan bisa dikatakan telah putus asa.

Petani saat ini dengan mata telanjang melihat pengusaha impor dan lapak binaan menari-nari di atas jeritan petani menghadapi anjloknya harga singkong.

Sumber: